KATA PENGANTAR
Tak
ada kata yang patut diucapkan, selain lafadz hamdallah, segala puji bagi Allah
SWT yang telah memberikan kita nikmat iman, sehat jasmani dan rohani.
Shalawat
beserta salam semoga dilimpahkan selalu kepada sang khalifah kita, pembawa
risalah kebenaran, Rasulullah saw. karena atas perjuanganya kita dapat mengecap
indahnya Islam.
Kami
bersyukur atas hidayah dan taufik-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “Pelaksanaan Ekonomi Islam dalam
Perekonomian Dewasa ini “ dengan semaksimal mungkin. Makalah
yang kami susun ini, selain guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Teori Ekonomi
Islam smester 4, juga ditujukan sebagai bahan diskusi khususnya untuk
rekan-rekan mahasiwa di lingkungan kampus IAIN “SMH” Banten.
Dengan
disusunnya makalah ini, diharapkan dapat mewakilkan hasil penelusuran kami
sebagai penyaji, mengenai segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ekonomi
islam dalam perekonomian dewasa ini dari berbagai sumber yang terpercaya, agar
dapat dikupas tuntas dalam ranah diskusi terbuka di kelas.
Kami
menyadari, dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada para pembaca, dan peserta diskusi
dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat konstruktif sebagai bahan
perbaikan bagi kami dikemudian hari.
Akhirnya
kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyususnan
makalah ini, dan semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para mahasiswa
dan masyarakat pada umumnya.
Serang, Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
|
i
|
DAFTAR
ISI
|
ii
|
BAB
I PENDAHULUAN
|
1
|
BAB
II ISI
|
3
|
A.
Perkembangan
Ekonomi Islam
|
3
|
B.
Peran
Ekonomi Islam di Indonesia
|
6
|
C.
Mengapa
Ekonomi Islam Perli Diterapkan ?
|
7
|
D.
Karakteristik
Ekonomi Islam
|
8
|
E.
Road
Map Penerapan (2011-2021)
|
9
|
BAB
III PENUTUP
|
12
|
DAFTAR PUSTAKA
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini
masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial dimana Islam hanya
diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata dan menganggap bahwa Islam
tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal, asuransi, transaksi
eksport import, dll. Bahkan mereka beranggapan bahwa Islam dengan sistem nilai
dan tatanan normatifnya sebagai penghambat perekonomian suatu bangsa,
sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang
bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan ketentuan Ilahi.
Cara pandang di
atas bisa dikatakan sempit dan belum melihat Islam secara “kaffah”. Islam
adalah agama yang universal, bagi mereka yang dapat memahami dan melaksanakan
ajaran Islam secara utuh dan total akan sadar bahwa sistem perekonomian akan
tumbuh dan berkembang dengan baik bila didasari oleh nilai-nilai dan prinsip
syari’ah Islam, dalam penerapannya pada segenap aspek kehidupan bisnis dan
transaksi ummat.
Sistem
Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat digunakan oleh siapapun
tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang apapun serta tidak dibatasi
oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk diterapkan dalam kondisi apapun
asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja atau acuan norma-norma islami.
Anggapan
tersebut telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda
Indonesia dan Asia beberapa waktu yang lalu bahwa sistem yang kita anut dan
dibanggakan selama ini khususnya di bidang perbankan kiranya tidak mampu untuk
menanggulangi dan mengatasi kondisi yangada, bahkan terkesan sistem yang ada
saat ini dengan tidak adanya nilai-nilai Ilahi yang melandasi operasional
perbankan dan lembaga keuangan lainnya sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya
“perampok berdasi” yang telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian bangsa
Indonesia sendiri. Sebaliknya bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan Islam
yang dalam operasionalnya bersendi pada Syari’ah Islam, krisis ekonomi dan
moneter yang terjadi merupakan moment positif dimana bisa menunjukkan dan
memberikan bukti secara nyata dan jelas kepada dunia perbankan Dengan bukti di
atas, sudah saatnya bagi para penguasa negara, alim ulama dan cendekiawan
muslim Indonesia untuk membuka mata dan merubah cara pandang yang ada bahwa
Sistem Perbankan Syari’ah merupakan alternatif yang cocok untuk ditumbuh
kembangkan dalam dunia perbankan Indonesia dewasa ini. Namun disayangkan
perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia terkesan lambat dan kurang
dikelola secara serius, terbukti dari data yang diperoleh dari BI Surabaya per
Maret 2000 jumlah BPR Konvensional yang ada di Jawa Timur mencapai 427
sedangkan BPR Syari’ah baru mencapai 6 (1,4%), dimana 5 diantaranya tergolong
sehat dan 1 kurang sehat.
Kurang
berkembangnya Sistem Perekonomian Islam, khususnya Perbankan Syari’ah di
Indonesia terletak pada umat Islam sendiri. Masih banyak umat Islam di
Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan
sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin
karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan: "Syaitan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui". Apabila perekonomian di Indonesia telah didasari oleh
norma-norma Islam tentunya tidak akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan
taraf hidup dan perekonomian ummat seperti yang terjadi saat ini.
BAB
II
ISI
A. Perkembangan Ekonomi Islam
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam
sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam, berbeda dengan ekonomi-ekonomi
yang lain, lahir karena dua faktor;
Pertama; berasal dari ajaran agama yang melarang riba dan
menganjurkan sedekah.
Kedua; timbulnya surplus dan yang disebut petro-dollar dari
negara-negara penghasil dan pengekspor minyak dari Timur Tengah dan
negara-negara Islam. Adalah suatu kebetulan, bahwa lading-ladang minyak
terbesar di dunia dewasa ini berada di negara-negara Muslim.
Sebenarnya kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan
gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke 20.
Tapi gagasan tersebut hanya melahirkan satu dua bank kecil yang tidak berdasarkan
bunga. Sebabnya mudah dipahami, yaitu karena tiada nya modal finansial yang
mencukupi yang dimiliki kaum Muslim. Pada waktu itu juga sudah disadari adanya
doktrin sedekah atau zakat dan K.H. Ahmad Dahlan sudah punya gagasan untuk
membentuk lembaga amil (penghimpun dan pengelola) zakat. Tapi dana yang
berhasil dikumpulkan itu dibutuhkan langsung untuk dakwah dan penyantunan fakir
miskin. Karena itu belum ada gagasan untuk menjadikan dana zakat sebagai modal
bank.
Gagasan penghimpunan zakat untuk modal bank baru timbul di Mesir
pada awal dasawarsa 60-an. Maka pada tahun 1963, atas prakarsa seorang
cendekiawan Mesir Dr. Ahmad al Najjar, dibentuk bank pedesaan (rural
bank) bersama Mir-Ghamr Bank. Bank itu sesungguhnya cukup sukses, namun karena
tersandung oleh alasan politik pada zaman pemerintahan otoriter Jamal Abdul
Nasser, bank itu ditutup pada tahun 1967. Namun eksperimen bank Mir-Ghamr
itu dihidupkan kembali dalam Nasr-Social Bank, dengan sponsor Pemerintah untuk
menolong masyarakat lemah sebagai bagian dari sosialisme Arab-Mesir. Namun bank
tersebut tidak lama umurnya karena berhenti beroperasi pada tahun 1976.
Dewasa ini, menurut International Association for Islamic Bank,
jumlah bank-bank Islam di seluruh Dunia Islam, yang mencakup 40 negara-negara
Muslim maupun non-Muslim sudah lebih dari 200 unit, padahal pada tahun 1986
baru berjumlah 35 unit, dengan aset sebesar US$200,- miliar, di antaranya
deposito sebesar US$ 80,- miliar. Di antara bank-bank itu muncul kelompok
trans-national group, yaitu Dar al Mal al Islami dan al-Baraka-Dallah
Group. Satu di antaranya adalah Islamic Development Bank (IDB), yang
sahamnya dimiliki oleh negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI (Organisasi
Konferensi Islam). Setiap negara Muslim punya hak untuk meminta bantuan dana
dari IDB ini, di antaranya Indonesia telah memperoleh dana melalui BMI yang
memperoleh modal sehingga IDB ikut memiliki 35% saham BMI dan baru-baru ini BMI
juga memperoleh dana tambahan sebesar US$ 100,- juta guna memperkuat
permodalannya. Selain itu, Reksadana Syariah yang dulu dipimpin oleh Iwan
Poncowinoto, telah memperoleh pinjaman sebesar US$ 100,- miliar dan telah
berhasil dikembalikan. Tapi secara umum Indonesia belum memanfaatkannya secara
maksimal.
Dari perjalanan perbankan dan lembaga keuangan Islam itu
dapat ditarik keterangan, bahwa, perekonomian Islam yang selama ini berkembang
dimulai modal fisik (physical capital) atau modal alam (natural
capital), khususnya yang berasal dari minyak bumi. Dari hasil surplus ekspor
minyak bumi ini terbentuk modal financial (financial capital).
Namun hingga sekarang pun belum muncul gagasan untuk membangun
usaha kecil dan menengah (UKM) di Dunia Islam. Namun di Indonesia, bank-bank
syariah, khususnya BMI, telah mengarahkan 70% dananya untuk membiayai usaha
UKM.
Demikian pula lembaga-lembaga perbankan syariah baru seperti Bank
Syariah Mandiri (BSM), BNI-Syariah dan Bank IFI-Syariah, telah
mengarahkan sebagian besar dananya untuk UKM.
Perkembangan penting dan khas perbankan syariah di Indonesia adalah
berkembangnya Bait al Maal wa al Tamwil dan Bait al Tamwil Muhammadiyah.
Jumlahnya sekarang sudah mendekati angka 4.000 unit dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) yang jumlahnya sekitar 86 unit. Lembaga ini merupakan
bentuk lembaga keuangan mikro yang sangat sukses. Dan berbeda dengan lembaga
keuangan mikro atau Grameen Bank di Bangladesh, BMT dan BTM di Indonesia ini
tumbuh dari bawah yang didukung oleh deposan-deposan kecil. Walaupun tidak
diakui sebagai bank, namun lembaga BMT-BTM ini telah menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana dari, untuk dan oleh
masyarakat. Dengan perkataan lain BMT-BTM merupakan perwujudan demokrasi
ekonomi. Apalagi sebagian besar BMT-BTM berbadan hukum koperasi yang merupakan
badan usaha yang berdasarkan asas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Namun
lembaga keuangan mikro ini masih tetap kekurangan dana dibanding dengan
kebutuhan dana masyarakat.
Salah satu ciri khas lembaga keuangan Islam adalah kaitannya yang
erat dengan sektor riil, sebab dalam sistem non-ribawi, penghasilan lembaga
keuangan tergantung dari keuntungan, terutama yang bersumber dari nilai-tambah
yang diciptakan oleh sektor riil, khususnya pertanian dan industri.
Karena itu, maka pertumbuhan perbankan syariah dan lembaga keuangan mikro
syariah perlu ditunjang dengan pengembangan bisnis.
Indonesia dan Dunia Islam dewasa ini baru dalam taraf
memperhatikan modal manusia yang unsur utamanya adalah pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill). Modal manusia yang dibutuhkan adalah wira swasta,
tenaga teknik dan manajer. Hanya saja pengembangan SDM ini membutuhkan waktu
lama, karena itu perlu ditemukan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih praktis
misalnya sistem magang sebagaimana dikembangkan di Jerman sejak abad
pertengahan. Pendidikan turun menurun, melalui keluarga memerlukan perhatian
dan karena itu perlu mendapatkan perhatian pemerintah.
B.
Peran Ekonomi Islam di Indonesia
Indonesia
adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%.
Namun, catatan angka diatas kertas tersebut berbanding jauh terhadap realita di
lapangan. Dengan jumlah penduduk sebanyak 259.940.857 jiwa, Indonesia masih
memiliki warga yang menganggur sebanyak 12,8 juta jiwa dengan
pendapatan perkapita sebesar US$3.542,9 yang masih tergolong rendah. Hal itu
tentunya menjadi sebuah fenomena yang cukup miris mengingat Indonesia adalah
negara yang kaya akan SDA yang melimpah dan SDM yang cukup berkualitas. Ekonomi
islam yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1992 diharapkan dapat berperan
penting guna memecahkan permasalahan yang hingga sampai saat ini belum bisa
diselesaikan. Berikut merupakan peran-peran ekonomi islam yang dapat dijadikan
potensi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju.
1. Instrumen
zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya merupakan icon instrument yang
dapat mensejahterakan ‘wong cilik’. Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 100
triliun. Dari dana tersebut, bangsa ini dapat membangun ratusan sekolah dan
puluhan rumah sakit. Selain itu, instrumen ini guna menjawab amanat Pancasila
dan UUD 1945, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur (redistribution
with growth). Bukan makmur baru adil (redistribution from growth)
ala kapitalisme liberal.
2. Penerapan
konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab. Konsep ini merupakan syarat yang
harus terpenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Instrumen ekonomi seperti
gadai, sewa-menyewa dan perdagangan harus menonjolkan konsep ini. Penerapan
konsep ini ditujukan agar tidak ada yang dirugikan dalam kegiatan ekonomi dan
menguntungkan semua pihak yang terlibat sehingga tidak akan terjadi berbagai
macam kecurangan-kecurangan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
3. Pelarangan
riba dengan menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan
instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit berikut instrumen
bunganya (Q.S Al-Baqarah:275). Bunga bank memiliki efek negatif tehadap
aktivitas ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, bunga bank akan mengakibatkan
petumbuhan ekonomi yang semu dan akan menurunkan kinerja perekonomian secara
menyeluruh serta dampak-dampak lainnya. Dalam segi sosial pun akan membuat
masyarakat terbebani akan bunga yang dirasa begitu berat (chaos). Dengan
pelarangan riba ini, diyakini bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan
terus meningkat.
Ketiga
poin tersebut merupakan secuil kecil peran ekonomi islam dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan bangsa yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan.
C.
Mengapa Ekonomi Islam Perlu Diterapkan?
Peran
ekonomi islam dalam percaturan ekonomi Indonesia sangat memiliki pengaruh yang
cukup besar. Ekonomi islam perlu diterapkan dan ditingkatkan eksistensinya
karena manfaatnya yang luar biasa dalam mengatasi permasalahan bangsa
dibandingkan dengan menerapkan sistem ekonomi konvensional yang justru menjerat
dan membenani masyarakat, khususnya ‘wong cilik’. Berikut ini adalah sebuah
jawaban mengapa perlu diterapkannya ekonomi islam di Indonesia.
1. Mayoritas
masyarakat Indonesia adalah muslim dengan persentase 85%. Jadi, sudah
sewajarnya ekonomi islam diterapkan kedalam sistem perekonomian Indonesia.
2. Ekonomi
islam bersifat universal, artinya tidak hanya ditujukan untuk umat muslim saja,
melainkan bagi seluruh umat manusia (rahmatan lil alamin).
3. Sudah
banyak masyarakat yang telah menggunakan/menerapkan sistem ekonomi islam,
khususnya perbankan syariah.
4. Masyarakat
telah merasakan secara langsung manfaat dari pelaksanaan sistem ekonomi islam
baik secara individu maupun sosial.
Apabila
peluang-peluang ini dimanfaatkan secara serius dan baik, maka bukan tidak
mungkin masalah-masalah yang menjerat Indonesia selama ini akan terselesaikan.
Secara
logika, dasar dan prinsip telah terbukti bahwa ekonomi islam dapat dikatakan
lebih baik dan dapat menjawab tantangan global yang rentan krisis daripada
ekonomi konvensional. Dengan menerapkan ekonomi islam, bukan tidak mungkin
Indonesia bahkan dunia dapat kebal dari krisis ekonomi dan dampak yang
dihasilkannya. Untuk perkembangan perekonomian dimasa mendatang, diharapkan
ekonomi islam tidak hanya dijadikan produk semata, melainkan menjadi the
truly islamic economic which can help to solve economic problems in this
country.
D. Karakteristik Ekonomi Islam
Ekonomi sebagai suatu usaha mempergunakan
sumber-sumber daya secara rasional untuk memenuhi kebutuhan, sesungguhnya melekat
pada watak manusia. Tanpa disadari, kehidupan manusia sehari-hari didominasi
kegiatan ekonomi. Ekonomi Islam pada hakikatnya adalah upaya pengalokasian
sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan
petunjuk Allah Swt. dalam rangka memperoleh ridho-Nya.
Menurut ahli Ekonomi Islam, ada 3 (tiga)
karakteristik yang melekat pada Ekonomi Islam, yaitu :
(a) Inspirasi dan petunjuknya diambil dari
Al-Qur’an dan Al-Sunnah;
(b) Perspektif dan pandangan ekonominya
mempertimbangkan peradaban Islam sebagai sumber;
(c) Bertujuan untuk menemukan dan menghidupkan
kembali nilai-nilai, prioritas, dan etika ekonomi komunitas muslim pada periode
awal.
Berkaitan dengan hal pertama, terdapat deripatif
dari karakteristik Ekonomi Islam, yaitu sbb. :
(a)
Tidak adanya transaksi yang berbasis bunga (riba).
(b)
Berfungsinya institusi zakat.
(c)
Mengakui mekanisme pasar (market mechanism).
(d)
Mengakui motif mencari keuntungan (profit motive).
(e)
Mengakui kebebasan berusaha (freedom of enterprise).
(f)
Kerjasama ekonomi
(Didin Hafidhuddin, 2003: 18-19).
E.
Road Map Penerapan (2011-2021)
1.)
Ekonomi Makro Islam
Kebijakan ekonomi makro islam yang diambil:
1. Membuat mata uang
yang memiliki jaminan emas (2011-2012).
Ø Pelaksana Bank Indonesia.
Ø Bank Indonesia bertanggung
jawab penuh atas program itu.
Ø Sebelumnya mata uang yang
belum mendapat jaminan emas ditarik sedikit demi sedikit kemudian diganti
dengan mata uang yang punya jaminan emas.
2. Menghilangkan inflasi (2012-2014).
Ø Pelaksana Bank Indonesia.
Ø Bank Indonesia menghilangkan
intrumen bunga dalam segala transaksi keuangan.
Ø menerapkan kebijakan fiskal
islam dalam mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara.
3. Mengunakan standar emas dalam satuan hitung (2011-2012).
Ø Pelaksana Bank Indonesia.
Ø Program ini berjalan bersama
dengan membuat mata uang yang memiliki jaminan emas.
Ø Program ini membantu
perhitungan nilai mata uang.
4. Mengoptimalkan
zakat sebagai pendapatan Negara (2012-2015).
Ø Pelaksana BAZNAS dan DPR RI.
Ø DPR RI segera membuat aturan
UU yang berhubungan dalam pengelolaan zakat (2012-2013).
Ø Setelah aturan yang jelas
sudah BAZNAS bertindak sebagai pengelola Zakat.
Ø BAZNAS berkoordinasi dengan
BAZDA dan LAZ untuk mensinergikan program.
5.
Membentuk bank sentral islam (2015-2016).
Ø Pelaksana Pemerintah Pusat RI.
Ø Bank Indonesia diganti
sistemnya dengan mengunakan sistem syari’ah.
6. Sistem yang dipakai adalah sistem ekonomi islam
(2011-2016).
Ø Pelaksana Pemerintah .
Ø Pemerintah membuat Kepres dan
melakukan kebijakan tentang kewajiban mengunakan sistem ekonomi islam dalam
menjalankan pemerintahan.
Ø Pemerintah pusat dan daerah
bersinergi dalam melaksanakan sistem tersebut.
Ø Pemerintah pusat membuat
program yang terencana dalam menerapan program tersebaut.
7. Membuat undang-undang sistem ekonomi Islam (2011-2012).
Ø Pelaksana DPR RI dan
Pemerintah Pusat.
Ø UU tentang sistem ekonomi
islam harus dibuat beseerta semua intrumen yang ada untuk menunjang program
tersebut.
Ø Pemerintah membuat peraturan
dalam mengejawantahkan UU tersebut.
2.) Ekonomi Mikro Islam
Kebijakan ekonomi mikro Islam yang diambil:
Ø Mengoptimalkan UMKM
(2011-2021).
Ø Pelaksana Pemerintah, Lembaga
Keuangan dan Masyarakat.
Ø Pemerintah memberikan bantuan
modal berupa hibah (2011-2021).
Ø Lembaga keuangan member
kemudahan dalam penambahan modal (2011-2016).
Ø Masyarakat membuat pemesaran
yang efektif dalam optimalisasi UMKM (2011-2015).
Ø Sistem perbankan yang
digunakan adalah sistem perbankan islam (2011-2021).
Ø Pelaksana Pemerintah dan
lembaga Keuangan.
Ø Pemerintah sebagai pengambil
kebijakan dan pengawas pelaksanaan sistem perbankan islam.
Ø Lembaga keuangan sebagai
pelaksana dan member edukasi terhadap masyarakat.
Ø Mengunakan pasar modal
syari’ah, pengadaian syari’ah, rekasadana syari’ah, obligasi syari’ah, asuransi
syari’ah dll (2011-2021).
Ø Pelaksana BAPEPAM, Pegadaian, Perusahaan
reksadana, Pemerintah, Perusahaan Swasta, Perusahaan Asuransi dan Lembaga
Keuangan Bank atau non Bank.
Ø Pemerintah sebagai komandan
dan pengatur agar adanya sinergisitas program.
Ø Menghilangkan riba dalam dunia
keuangan (2011-2012).
Ø Pelaksana Pemerintah.
Ø Pemerintah membuat aturan
penghilangan bunga dalam segala transaksi.
Ø bunga dihilangkan secara utuh
dan ada hukuman yang jelas bagi yang melanggar.
BAB III
PENUTUP
Sistem ekonomi islam saat ini yang diambil sebagai contoh adalah Bank
Syariah setidaknya dengan sistim-sistimnya yang telah dijelaskan diatas telah
melakukan program Ekonomi Islam/Syariah sebagai bentuk mewujudkan masyarakat
yang adil dan sejahtera.
Sedikit paparan diatas mungkin membawa kita pada pertanyaan, apakah ekonomi
Islam akan mampu mengatasi problematika ekononomi, tidak hanya paradigma
konvensional yang menjadi mainstream, tetapi juga realita perekonomian yang
tengah terjadi? Jawabannya sebagian besar terletak pada apakah ekonomi Islam
melakukan apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
dalam pengertian yang menyeluruh, sebagaimana tercantum dalam ajaran Islam. Hal
ini memerlukan analisa multi disiplin dengan memasukkan banyak faktor, tidak
saja ekonomi, tetapi juga aspek sosiologis, politik, sejarah dan tetap
berpegang pada dimensi moral tentunya.
Karena itu dibutuhkan tidak hanya sekedar kemauan dan kemampuan pemahaman
ilmu ekonomi Islam, walaupun ini sangat penting. Dibutuhkan strategi yang
terarah yang disesuaikan dengan kondisi negara kita saat ini.
Saat ini di Indonesia pengembangan ekonomi Islam dimulai dari lembaga
keuangannya yang relative lebihwell established. Sisi akademis dan aspek
legalitasnya sedikit tertinggal dari perkembangan praktek di lapangan, walaupun
sebenarnya pengkajian ini berbeda dengan Malaysia, dimana pendidikan dan aspek
legal sistem ekonomi Islam mampu mengimbangi kecepatan pertumbuhan lembaga
keuangannya.
Dengan kondisi tersebut tentu dibutuhkan strategi yang tepat dan melibatkan
pihak praktisi, akademis, ulama dan regulator untuk merancang tahapan-tahapan
pengembangan lebih lanjut. Singkatnya dibutuhkan sebuahroad map ekonomi
Islam di Indonesia untuk lebih membuat upaya pengembangannya lebih terstruktur
dan terencana dengan baik.
Saat ini upaya pengembangan ekonomi Islam yang dilakukan masih bersifat
parsial dan berjalan sendiri-sendiri ditiap stake holdernya. Kondisi ini pada
satu sisi menguntungkan pada jangka pendek ketika setiap pihak dengan semangat
dan kemampuannya berupaya mengembangkan ekonomi Islam.
Lembaga Keuangan Syariah berupaya membangun industri keuangan yang stabil
dan bermanfaat. Lembaga amil zakat terus berusaha mengoptimalkan dana yang
terkumpul untuk mengurangi kemiskinan, para ahli ekonomi Islam terus
mengembangkan ilmu dan teori ekonomi Islam, dsb. Tetapi semuanya tanpa arah dan
sistem yang terstruktur dengan jelas dan baik.
Karena itu mutlak diperlukan sebuah ”Arsitektur Ekonomi Islam Indonesia”
untuk menjadi road map pengembangan yang bersifat berkesinambungan. Para ”pejuang” ekonomi Islam
harus duduk bersama dan merumuskan strategi yang komprehensif dalam merancang
sistem ekonomi Islam di Indonesia. Seyogyanya rencana ini dapat kita
realisasikan bersama demi kemajuan ekonomi umat agar terwujudnya masyarakat
yang adil dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar